Rabu, 22 September 2010

Karet Tengsin, sejarah namanya

Dalam perjalanan ke kantor tadi pagi, seperti biasa saya harus melewati jalan setapak depan wisma BNI 46 untuk mencapai halte busway dukuh atas. Namun ditengah perjalanan saya temui setumpuk sampah yang banyak dan bau banget tergeletak begitu saja di pinggir saluran air yang warna airnya benar-banar butek dan bauuuuuuuu banget..fhuihhhh.
Heeemmm jorok banget ya warga Jakarta,, tepatnya Karet Tengsin, kelurahan dimana rumah saya berada. Termasuk saya dong jorok..hehehhe
Tiba-tiba saya jadi berpikir, Karet tengsin ini sekarang amburadul banget ya lingkungannya,,Kira-kira 80 atau 100 tahun lalu tempat ini seperti apa ya? Koq bisa sih dinamain Karet Tengsin, perasaan sepanjang jalan ini gak ada pohon karet, pabrik karet, atau penjual mainan karet, dan setau saya gak ada jenis karet yang namanya tengsin.

Akhirnya sesampai di kantor, mumpung ada akses internet gratis, saya obok-obok deh si Google, dan akhirnya saya temukan beberapa informasi yang cukup lengkap dan cukup mengobati rasa penasaraan saya.

Ternyata oh ternyata dahulunya kelurahan karet tengsin ini adalah sebuah perkebunan karet yang sangat luas sekitas 300 hektar yang terhampar di jantung pusat kota Jakarta. Pemilik perkebunan ini adalah seorang etnis china kaya yang bernama Tan Tieng Shin. Karena namanya yang cukup sulit untuk diucapkan, maka orang-orang pribumi yang tinggal disekitar perkebunan tersebut lebih sering menyapanya dengan sebutan Tengsin. Darisinilah nama Karet Tengsin berasal dan dijadikan nama kelurahan Karet Tengsin, kecamatan Tanah Abnag

Tieng Shin adalah sosok yang dikenal baik hati dan selalu memberi bantuan kepada orang-orang sekitar. Karena itulah ia menjadi tokoh yang cukup berpengaruh didaerah itu. Karena kekayaan yang berlimpah dan sikapnya yang dermawan membuat para pribumi banyak bekerja di perkebunan miliknya. Masyarakat pun hidup lebih sejahtera. Pasca meninggalnya Tieng Shin, anak dan cucunya masih menetap, tapi tidak lama. Rumah mereka pun akhirnya tergusur akibat modernisasi dan dijadikan Menara Batavia sekarang ini.
Perkebunan karet milik Tieng Shin juga akhirnya tergusur setelah dibangunnya Stadion Gelora Bung Karno, Jalan KH Mas Mansyur( red. letak rumah saya nih :D ) yang dulunya kebun karet juga, akhirnya ditebang untuk dijadikan jalan.
Kebun-kebun yang rindang dengan pohon karet akhirnya mulai menghilang. Kali Krukrut yang melintasi perkebunan Karet Tengsin pun ikut terkena dari dampak modernisasi. Airnya sudah tak bening lagi tapi menjadi begitu cokelat dan bau.

Karet Tengsin yang ridang akan hutan karet dan masyarakat yang sejahtera sudah tinggal kenangan. Sekarang yang ada tinggalah karet tengsin yang kaya akan hutan beton, dengan jajaran depan jalan-jalan besar adalah bangunan - bangunan pencakar langit.
Namun dibalik bangunan megah itu ada lingkungan yang begitu jorok dan pemukiman kumuh yang cukup banyak. Salah satu contohnya yang saya lihat pagi tadi. Suatu kemajuan jaman kah ini ?

PLUR
Putri Touor,,, si Smith Delvis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar